Minggu, 10 April 2016

Karma Baik



          SAYA bukan penganut agama Buddha, tapi terus terang saya mengagumi agama yang satu ini. Agama yang mengajarkan tentang keiklhasan, ketenangan, ketidakmelekatan, dan sebagainya. Agama yang mengajarkan mengenai karma, baik itu karma buruk maupun karma baik.
          Karma baik? Mungkin banyak yang belum merasa familiar dengan istilah karma baik. Yang banyak diketahui orang-orang adalah karma buruk, yang akan menimpa seseorang yang sudah berbuat kejahatan terhadap orang lain maupun terhadap alam semesta. Dia akan mendapatkan ganjaran setimpal atas perbuatan yang dilakukannya, itulah yang disebut karma buruk.
          Namun karma baik adalah hal baik yang kita petik setelah kita melakukan sebuah perbuatan baik. Baik itu di kehidupan sekarang atau di kehidupan masa lalu kita. Begitulah kira-kira pemahaman saya mengenai agama Buddha, yang belum seberapa ini.
          Nah, karma baik ini saya alami sendiri ketika saya berada di Bali, dua tahun lalu karena sebuah tugas kantor. Selesai menunaikan semua tugas, saya janjian hendak bertemu teman saya yang tinggal di Pulau Dewata itu. Kami janjian ketemu di Beachwalk Kuta.
          Sayang, teman saya itu terlambat datang. Padahal perut saya sudah keroncongan. Akhirnya dengan membawa bawaan yang lumayan banyak, termasuk koper besar, kamera, dan tas ransel, saya memilih sebuah restoran di salah satu sudut mall tersebut.
          Restoran tersebut mengharuskan pembelinya untuk membeli voucher terlebih dahulu dan tidak menerima uang kontan sebagai alat pembayaran. Duh, padahal saya pas nggak bawa uang cash untuk membeli voucher tersebut. Si mbak kasir mengatakan, sebenarnya saya bisa membayar menggunakan kartu kredit atau kartu ATM, tapi kelebihan pembayaran tidak bisa dikembalikan.
          Akhirnya dengan kembali mengangkut barang-barang saya tadi, saya melangkahkan kaki ke ATM. Tapi mungkin baru 10 langkah, saya sadar kalau telepon pintar saya ketinggalan di kasir. Saya pun segera balik dan mendapati ponsel tersebut sudah tak ada di tempat.
          Deg. Saya bingung, saya langsung tanya kasir apakah ada yang menemukan ponsel saya. Si kasir menggelengkan kepala. Langsung saya melapor kepada manajer restoran yang langsung sigap membantu saya.
          Saya diminta duduk di salah satu sudut restoran itu untuk menunggu. Tak sampai 30 menit saya menunggu, tiba-tiba manajer restoran itu menghampiri saya.
          “Mbak, ini hape mbak sudah ketemu lagi. Tapi saya mohon, mbak nggak usah ketemu sama yang ngambil hape mbak ya. Saya tak mau ada ribut-ribut di restoran ini,” katanya.
          Ribut-ribut? Saya malah bingung. Sebingung saya setelah saya tahu hape saya ternyata bisa kembali. Saya nggak pernah punya niatan ribut-ribut. Saya malah udah stres duluan bayangin betapa banyak data-data di hape saya yang hilang, karena saya sudah pesimis hape saya bisa kembali ke tangan.
          Tapi hape ini kembali ke tangan saya. Rasanya seperti mukjizat. Hape yang biasanya langsung hilang begitu ketinggalan, ini bisa kembali utuh. Tak lama setelah hape saya kembali, teman saya pun datang. Dia juga ikut kaget mendengar kabar hape saya sempat hilang lalu kembali.
          “Wah, you must have done something good, mbak. Itu karma baik namanya. Hape yang sempat hilang lalu bisa kembali itu kemungkinannya kecil. Bisa satu dibanding seribu atau bahkan 10 ribu. Tapi ini balik. Luar biasa itu namanya. Itulah karma baik,” jelasnya. Maklum teman saya ini katanya pemeluk buddha yang taat. Katanya lhooo….
          Apapun itu, saya seneng banget hape saya bisa balik. Karma baik? Itu saya aminkan saja. Satu hal yang pasti, saya tak ingin berhenti berbuat kebaikan, supaya karma baik itu sudi mampir ke saya lagi…. Amiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiinnnnnnnnnnnnnnn….. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar