Kamis, 30 Juni 2016

Jakarta Walking Tour by JGG


Salah satu menu JGG untuk Jakarta Walking Tour. Photo by: JGG


SEBUAH poster berwarna biru muda tiba-tiba muncul melalui WhatsApp saya sekitar medio April lalu. Sebuah poster berjudul Jakarta Walking Tour, yang digagas komunitas Jakarta Good Guide (JGG). Apa itu Jakarta Walking Tour? Agenda ini mengajak kita untuk jalan kaki mengelilingi Jakarta,  selama kurang lebih tiga jam untuk setiap trip.
Jalan kaki? Keliling Jakarta? Capek sudah pasti. Tapi, JGG sudah memperkirakannya dengan baik untuk mengantisipasi hal ini. Mereka membagi tur jalan kaki keliling Jakarta ini menjadi delapan jalur, yakni Old Town, China Town, City Centre 1, City Centre 2, Menteng, Cikini, Pasar Baru, dan Jatinegara.
Old Town menyuguhkan menu jalan-jalan di Stasiun Kota, Museum Bank Indonesia, Pelabuhan Sunda Kelapa, Menara Syahbandar, Jembatan Intan, Toko Merah dan Museum Fatahillah. Jalur China Town mengajak kita ke Chandra Naya, Petak Sembilan, Wihara Dharma Bhakti, Gereja Santa Maria Fatima, Toa Se Bio, Kali Mati, dan Gloria.
Bagian tengah kota juga tak lupa dijelajahi. Menu City Centre 1 mengajak kita ke Musuem Nasional, Mahkamah Konstitusi, Monas, Istana Merdeka, Masjid Istiqlal, dan Katedral Jakarta. City Centre 2 menuju ke Lapangan Banteng, Gedung Pancasila, Gereja Immanuel, Galeri Nasional, Tugu Pahlawan, dan Balaikota Jakarta.
Menteng menjadi menu berikutnya yang mengajak kita ke Taman Suropati, Museum Perumusan Naskah Pancasila, Sekolah Obama, Museum Jendral Nasution, Galeri Seni Kunstkring, dan Masjid Cut Meutia. Menu Pasar Baru membuat kita berjalan dari Stasiun Juanda, Gedung Filateli, Gedung Kesenian Jakarta, Galeri ANTARA, Sin Tek Bio, Bakmi Gang Kelinci, dan Gereka PNIEL.
Cikini dan Jatinegara menjadi dua menu terakhir JGG. Menu Cikini mengajak kita jalan kaki ke Gedung Joeang, Taman Ismail Marzuki, SMPN 1 Cikini, RS PGI Cikini, Perguruan Cikini, dan Pasar Antik Surabaya. Sementara jalur Jatinegara menyuguhkan menu Stasiun Jatinegara, Gems Centre, Masjid Al Anwar, Vihara Shia Djin Kong, dan Gereja Koinonia. Semua tujuan ini bisa ditempuh selama tiga jam, sungguh bukan waktu yang lama jika Anda benar-benar menyukai olahraga jalan kaki sekaligus menambah ilmu pengetahuan!
Seluruh menu tersebut bisa Anda dapatkan dengan membayar seikhlasnya. Ya, salah satu keunikan JGG adalah sistem pembayaran mereka. Mereka mengusung sistem pay-as-you-wish. Jadi bayarlah serelanya langsung ke guide Anda di titik terakhir perjalanan, semua tergantung kepuasan Anda saat menjalani tur ini. Mudah bukan?
Meski bayar seikhlasnya, bukan berarti Anda tak dilayani dengan baik. JGG yang terdiri dari lima guide tersebut hanya membatasi maksimal 15 orang untuk satu guide. Lebih dari jumlah itu, mereka tak mau melayani. Dengan begitu, JGG memastikan setiap peserta bisa terlayani dengan baik.
Satu hal yang saya rasakan selama mengikuti tur JGG. Saya tak merasa dikawal guide sepanjang perjalanan, namun saya lebih merasa diiringi seorang teman dengan mengikuti kegiatan Jakarta Walking Tour ini. Guide JGG juga selalu memastikan saya tak ketinggalan, karena hobi fotografi saya kerap membuat saya selalu ketinggalan rombongan. Haha!
Jangan khawatir, Anda bisa membeli makanan dan minuman di sepanjang rute yang dilewati. Ke depan, JGG akan menambah rute yang mereka sajikan, supaya Jakarta benar-benar bisa dinikmati dengan berjalan kaki!(*)





Kamis, 09 Juni 2016

Semua Karena Ahok di Mata Najwa

Ahok dan Najwa Shihab tampak di layar lebar selama proses syuting. Photo by: Ruri


SEKALI lagi tentang Ahok. Duh, entah kapan saya akan berhenti menulis mengenai tokoh idola saya yang satu ini. Oke, kali ini saya sekali lagi rela mengeluarkan biaya sendiri dan berdesak-desakan untuk mengikuti proses taping siaran Mata Najwa on Stage (MOS) yang digelar di Parkir Timur Senayan, Jakarta, Sabtu (04/06) lalu.
Penukaran tiket untuk masuk sebagai penonton MOS sudah bisa dilakukan sehari sebelum acara. Namun saya memilih untuk menukarkannya pada hari H. Saya tiba sekitar pukul 14.30 WIB, dan sama sekali tidak menemui antrean panjang untuk menukarkan tiket yang sudah saya dapatkan melalui sistem online.
Kaos dan atribut Teman Ahok tak lupa saya kenakan. Saya yakin, pasti atribut ini akan membawa saya berkenalan dengan seorang teman baru. Dan benar saja, tak sampai 10 menit saya tiba di lokasi, seorang wanita menghampiri saya lalu menyapa.
“Teman Ahok ya? Saya juga. Saya bela-belain datang ke sini sendirian supaya bisa melihat Ahok dari dekat. Saya cinta mati deh sama Ahok, memang sekarang Jakarta belum benar-benar baik, tapi arah ke sana sudah ada, dan itu di bawah pimpinan siapa lagi kalau bukan Ahok,” katanya.
Mbak Qori namanya. Dia mengaku tinggal di Pondok Kacang, Tangerang Selatan, Banten. Hanya saja dia masih ber-KTP Jakarta karena masih tercatat di Slipi, rumah ibundanya. Jadi, dia bisa menggunakan hak pilihnya dan terdaftar sebagai Teman Ahok.
Kehadiran Mbak Qori benar-benar membantu saya yang datang sendirian ke lokasi acara, sembari menenteng kamera saya. Di satu sisi saya ingin memotret para Teman Ahok yang datang, tapi di sisi lain, saya juga harus mengantre untuk masuk lewat pintu gerbang.
“Sudah, sana motret dulu, yang antre biar gue aja. Nanti selesai motret, lu bisa balik lagi ke antrean,” kata Mbak Qori seakan membaca pikiran saya. Wah, terima kasih sekali mbak. Tanpa disuruh lagi, saya langsung berjalan, mencari spot bagus untuk memotret.
Tanpa terasa karena keasyikan memotret, waktu pun sudah menunjukkan pukul 16.00 WIB. Sekitar 30 menit lagi saya sudah harus masuk ke lokasi acara. Saya pun memutuskan kembali ke antrean, namun alangkah terkejutnya saya ketika melihat tiba-tiba antrean saya diserobot orang. Mbak Qori yang berada di belakang orang tersebut hanya terdiam dan pasrah ketika antreannya diserobot. Melihat itu, tentu saja saya tak tinggal diam.
“Maaf permisi, kayaknya tadi Bapak sama Ibu enggak ada di antrean ini deh. Saya jelas-jelas antre di belakang mbak yang berjilbab ini, kok tiba-tiba Bapak ada di sini?” tanya saya berusaha sopan.
Bapak yang mengenakan kaos Beretta itu hanya melengos melihat saya. Mungkin karena merasa punya jenggot tebal, dikiranya saya takut kali ya. Walau sebenarnya sih iya, hahahahaha….  Karena tak kunjung menjawab, akhirnya saya kembali menegurnya.
Waduh percuma ngefans sama Ahok, percuma ingin lihat Jakarta yang lebih baik kalau antre aja enggak bisa,” ujar saya. Mbak Qori berusaha meredam saya dengan meletakkan telunjuk jari di depan mulutnya supaya saya diam. Mungkin dia takut juga, hahahahahha…
Suara saya pun ditimpali oleh orang-orang yang berada di belakang saya. “Betul itu mbak, percuma semua kalau begini caranya,” kata seorang pria di belakang saya.
“Wah mentang-mentang pakai kaos Beretta, dikiranya kita takut kali ya,” demikian suara-suara di belakang saya saling bersahutan.
Sang istri Bapak Beretta itu sudah berulangkali menarik lengan suaminya untuk antre saja dengan benar di belakang. Tapi Bapak itu tetap bergeming. “Tadi kami cari minum, mbak, jadi antrean kami diserobot orang juga,” katanya mencoba membela diri.
Saya sudah ingin menanggapi pernyataan si Bapak itu sebelum Mbak Qori menarik lengan baju saya. “Sudah-sudah, ini juga sudah jalan masuk ke dalam, nggak usah diperpanjang, Rur,” katanya.
Beruntung, saya menurut apa kata Mbak Qori, kalau tidak, Bapak ini sudah habis saya sindir, hihihihihihi…. Lha memang benar kan, kalau mau lingkungan di sekitar kita lebih baik, semua harus dimulai dari diri sendiri, dong. Dengan antre secara benar.

AHOK MUNCUL
Kami masih harus menunggu hingga pukul 19.30 WIB, sampai akhirnya Ahok benar-benar muncul di panggung. Belum pernah sebelumnya saya melihat barisan penonton yang begitu histeris ketika pembawa acara Mata Najwa, Najwa Shihab, memanggil nama Gubernur DKI ini untuk naik ke atas panggung.
“Dari informasi yang saya dapatkan, ada 11.500 orang yang hadir malam ini, hadir untuk menyaksikan talkshow politik di Jakarta! Luar biasa!” katanya sebelum acara dimulai.
Benar kata Najwa Shihab. Di sekitar saya sungguh “Indonesia”. Tinggal sebut saja suku apa, agama apa, saya jamin pasti ada di sekitar saya duduk. Semua hadir demi Indonesia, semua hadir demi Ahok, politikus yang mereka cintai.
Berbagai pertanyaan Najwa dijawab Ahok dengan lugas dan singkat. Beberapa bintang tamu pun turut memeriahkan acara. Mulai dari Addie MS dan keluarga, Project Pop, White Shoes and The Couples Company, Navicula, dan tokoh-tokoh lain.
Versi lengkap proses taping ini bisa disaksikan pada Rabu (15/06) di Metro TV. Saya sih tak perlu bercerita lebih jauh karena semua bisa Anda saksikan sendiri di televisi, yang pasti sepanjang acara, saya tak berhenti tertawa dan tepuk tangan. Maklum, saya Ahoker mania…. Hahahahahha…..
Acara usai sekitar pukul 22.00 WIB. Begitu acara ditutup, penonton yang berada di depan panggung langsung menyerbu ke panggung. Ingin berfoto dan bersalaman dengan idolanya. Ada beberapa penonton yang berhasil mendekat ke Ahok karena panitia sedikit lengah. Beruntung, Ahok tetap dengan senang hati melayani para penonton.
Saya melihat ke jalanan, pintu keluar dari lokasi acara sudah penuh. Jalanan pasti macet, begitu pikir saya. Mbak Qori pun menyarankan hal yang sama. Menunggu sampai jalan tak terlalu macet lagi. Apapun itu, puas rasanya bisa menonton Ahok di sebuah talkshow politik, hal yang tak pernah saya bayangkan dan lakukan sebelumnya. Go Ahok!(*)