Rabu, 06 April 2016

Ahok dan Legowo



SIAPAPUN mengetahui jika Demam Ahok kini sudah melanda Jakarta. Mulai dari rakyat kecil hingga pemilik kendaraan-kendaraan mewah, semuanya rela antre demi bisa mengisi formulir di booth-booth Teman Ahok. Tak ubahnya seperti orang-orang yang hendak antre menonton bioskop untuk melihat film yang mereka gemari.
Begitulah. Semua terkena demam Ahok. Meski berbagai isu black campaign selalu melanda Ahok, semua tak menyurutkan kecintaan penggemar Ahok kepada gubernur mereka yang tercinta ini. Isu agama, isu rasial, dan berbagai isu lain digelontorkan untuk menjatuhkan Ahok. Nama Ahok tercemar karena isu-isu tersebut? Tidak. Ahok tetap menjadi fenomena. Semua ingin membantunya. Untuk tetap menjadi gubernur.
Meski bukan warga Jakarta, namun saya getol mendukung Ahok, meski awalnya saya tak menyukai dunia politik. Saya rajin mengumpulkan KTP yang saya kumpulkan ke posko Teman Ahok sebagai syarat untuk maju sebagai gubernur melalui jalur independen.
Ternyata bukan hanya saya yang terkena demam ini. Suatu hari saya naik taxi dari arah Kota Tua, menuju ke kantor saya. Di sepanjang jalan, saya sibuk membuka media sosial yang menampilkan video mengenai Teman Ahok. Saat saya asyik menonton video tersebut, tiba-tiba sopir taksinya menyeletuk.
“Maaf mbak, bukannya saya bermaksud untuk menguping. Tapi mbak relawan Teman Ahok ya?”
“Oh iya pak. Ngga papa, saya hanya mengumpulkan KTP temen-temen kantor yang saya kirim ke posko Ahok kok pak. Kenapa?” tanya saja lagi.
Anu mbak, kalau boleh saya ikut mengumpulkan fotokopi KTP buat Ahok ya?”
“Wah dengan senang hati saya terima.”
“Saya pendukung Ahok mbak. Saya muslim, tapi saya dukung Ahok, begitu pula dengan keluarga saya. Soalnya saya hidup di jalan mbak, saya tahu jalan-jalan mana saja yang sekarang kondisinya lebih baik di zaman Ahok. Misalnya banjir di Jatinegara itu mbak, dulu saya bingung mesti cari jalan untuk menghindari banjir, tapi sekarang nggak lagi,” ujarnya berapi-api.
“Saya nggak suka kalau Ahok diserang-serang gitu, apalagi diserang soal isu SARA. Padahal di agama apapun, tak ada yang mengajarkan untuk menyerang orang lain. Adanya ajaran untuk selalu berbuat kebaikan dan menjauhi dosa. Nah, bukannya menyerang orang lain, apalagi dengan isu SARA itu juga merupakan dosa ya?”
Saya masih tetap mengangguk-anggukan kepala mendengar celotehan si sopir taksi ini. Mata saya pun melirik ke papan nama sebagai identitas pengemudi. Legowo. Begitu nama lengkap bapak itu. Singkat, padat, dan berisi. Nama yang seharusnya diingat oleh semua pihak yang ingin menyerang Ahok dengan isu SARA maupun isu lainnya. Legowolah kalian, Ahok memang masih sangat dicintai warganya! Apapun isu negatif yang kalian sebar, Legowo, saya, dan jutaan warga DKI masih setia mendukungnya! Semangat Pak Ahok!(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar