NAMANYA A. Firman. Biasa dipanggil Firman katanya. Dia
seorang pengemudi Go-Jek, moda transportasi online
yang sedang kekinian di Indonesia. Saya bertemu dengannya ketika dia menjemput
saya dari sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan untuk menghadiri sebuah
acara, belum lama ini.
Waktu sudah menunjukkan pukul
01.00 dinihari saat Pak Firman menjemput saya dengan sepeda motornya. Awalnya
saya ragu untuk menggunakan moda transportasi yang satu ini, apalagi pada malam
hari, atau lebih tepatnya dinihari ya? Hahaha…. Namun karena teman-teman saya
juga menggunakannya, akhirnya saya ikut menggunakannya.
Saat Pak Firman menghampiri saya
dengan sepeda motornya, saya sempat ragu lagi. Masalahnya dia tak mengenakan
atribut Go-Jek seperti yang lainnya. Dia hanya mengenakan jaket dan helm hitam.
Saya pun langsung bertanya.
“Kok nggak pakai atribut Go-Jek pak?”
Pak Firman tersenyum.
“Enggak mbak, nanti saya ceritain di jalan.”
Entah mengapa, saya menurut saja.
Motor pun mulai berjalan dan Pak
Firman mulai bercerita. Dia sebenarnya seorang karyawan di sebuah Bank Syariah
di Jakarta. Karena ingin menambah penghasilan sekaligus bisa membantu orang
lain, dia memutuskan untuk menjadi pengemudi Go-Jek.
Hanya saja, dia merasa malu
dengan profesi sampingannya tersebut. Kali ini giliran saya yang bingung.
“Awalnya saya diajak oleh
security di kantor untuk menjadi pengemudi Go-Jek, namun kami berdua sudah
saling berjanji untuk tak saling ‘membuka’ rahasia ini kepada yang lain.
Soalnya di kantor saya, orang-orangnya agak meremehkan profesi pengemudi ojek,”
jawabnya.
Mendengar jawaban tersebut, saya
masih tetap merasa bingung. Di mata saya, Pak Firman itu orang hebat. Dia rela
menjadi pengemudi Go-Jek setiap harinya usai pulang bekerja untuk menambah
penghasilan bulanannya guna menghidupi anak-anaknya.
“Pokoknya jangan sampai orang
kantor tahu saya menjadi pengemudi Go-Jek,” kata Pak Firman lagi.
Saya mencoba mengerti. Pasti dia
memiliki alasan tersendiri untuk itu. Apapun itu. Namun tetap saja pria yang
tinggal di Cinere itu hebat di mata saya. Setiap Senin-Kamis, dia menjadi
pengemudi Go-Jek mulai dari pulang kantor hingga pukul 23.00 WIB. Saat Jumat
tiba, dia malah lebih ekstrim lagi, dia akan menarik Go-Jek hingga dinihari!
Sementara saat akhir pekan tiba, hanya kadang-kadang saja dia menarik Go-Jek.
“Paling di sekitaran Cinere saja.
Apalagi saya juga harus meluangkan waktu bersama anak-anak dari istri pertama
saya,” katanya.
“Hah, bapak punya istri berapa?”
tanya saya agak kaget.
Pak Firman tertawa terbahak-bahak
mendengar pertanyaan saya.
“Itu guyonan orang Surabaya
setiap kali membahas tentang keluarga. Biasanya yang ditanya kan, punya anak berapa, bukan punya
istri berapa. Kalau istri mah cuma satu
kok, dan satu-satunya sejak dulu,
hahahahahah….. Kalau anak, nah, itu
baru dua,” jelasnya.
Saya ikut tertawa mendengar
penjelasannya.Ada-ada saja.
Tak terasa, perjalanan sudah
hampir sampai ke tujuan.
“Terima kasih buat obrolannya ya,
pak. Terima kasih juga untuk menularkan semangatnya ke saya. Jangan malu lagi
ya pak. Apa yang bapak lakukan ini hebat sekali di mata saya. Jadi semangat
terus ya, pak!” kata saya.
“Wah, terima kasih juga atas
obrolannya ya. Pasti mbak, yang penting halal!” pungkasnya. Semangat Pak Firman!!!!(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar